Sang investor jenius mengakui, “Saya 85% Benjamin Graham, dan 15%-nya lagi Philip Fisher.”
Menurut buku ‘The Warren Buffett Way,” Buffett belajar mengenai margin of safety dari Graham. Yaitu, menggunakan acuan angka-angka kuantitatif untuk membeli saham perusahaan yang dijual lebih murah daripada modal kerja bersihnya.
Dari Fisher, Buffett menambahkan efek manajemen terhadap nilai bisnis perusahaan. Selain itu juga bahwa diversifikasi akan menambah risiko bukannya mengurangi. Sebab, lebih sulit untuk benar-benar mengamati semua telur yang berada di banyak keranjang.
Fisher juga menulari Buffett strategi growth investing. Investor beraliran growth investing biasanya mencari saham dengan menggunakan kriteria pertumbuhan EPS (earnings per share) atau pertumbuhan penjualan. Pertumbuhan EPS sebesar minimal 10% per tahun selama 5 tahun terakhir bisa dijadikan kriteria memilih growth stock.
Umumnya growth investor kurang peduli terhadap kriteria PER. Mereka tetap nekad membeli saham yang memiliki PER jauh di atas rata-rata PER sektor. Bagi mereka, jika laba bersih saham bertumbuh pesat, maka ini bisa menjustifikasi harga mahal yang dibayar (PER tinggi).
Pada Tabel disajikan data pertumbuhan EPS per tahun untuk 25 saham unggulan, sebagian besar masuk dalam IDX 30 Index yang baru saja diluncurkan Bursa Efek Indonesia. Terlihat bahwa pertumbuhan EPS per tahun selama 5 tahun terakhir cukup tinggi (di atas 10% per tahun) untuk semua saham kecuali TLKM dan INCO.
Namun jika menggunakan data setahun terakhir, tidak semua saham unggulan bertumbuh di atas 10%, misalnya SMGR, TLKM, EXCL, INTP, INDF, AALI, PGAS, INCO, BUMI, CPIN. Investor harus berhati-hati untuk saham yang melambat pertumbuhannya, bahkan negatif.
Investor beraliran value investing berusaha mencari saham berfundamental bagus dengan harga murah. Analoginya, membeli alat bermain ski di musim panas. Kriteria utama memilih value stock adalah PER (Price Earnings Ratio). Cari saham dengan harga yang relatif rendah jika dibandingkan dengan EPS-nya. PER sebesar 10 kali artinya, jika EPS perusahaan tidak bertumbuh maka perlu 10 tahun untuk mengembalikan dana pembelian saham tersebut.
Saat terjadi market crash tahun 2008, banyak saham unggulan yang PER-nya anjlok. ASII, misalnya, hanya memiliki PER kurang dari 5 kali. Saat ini PER ASII sudah menjadi 3 kali lipat. Jika investor membeli saham ASII atau saham unggulan lain saat itu, niscaya keuntungan yang diperoleh amat memuaskan.
Pada Tabel terlihat bahwa lebih dari separuh saham unggulan memiliki PER di atas 15 kali. PER sebesar 15 kali sering dipakai sebagai patokan untuk menentukan apakah IHSG sudah overvalued atau belum. Namun perbandingan dengan PER saham lain dalam sektor yang sama harus dilihat juga.
Mengawinkan value dan growth investing
Buffett sendiri ternyata mengawinkan kedua strategi ini. Dengan bahasa sederhana, ia membeli saham yang bertumbuh cepat pada harga yang masih murah.
Investor lain yang memadukan value dan growth investing adalah Peter Lynch yang mengelola Fidelity. Ia menyebutnya sebagai konsep Growth at a Reasonable Price (GARP).
GARP menggunakan indikator PEG (Price Earnings Growth) Ratio. Formula untuk menghitung PEG Ratio adalah PER dibagi dengan angka persentase ekspektasi pertumbuhan EPS per tahun. Saham yang bagus menurut Lynch adalah yang memiliki PEG Ratio di bawah 1. Artinya, ekspektasi pertumbuhan EPS harus lebih tinggi daripada PER.
Ekspektasi EPS bisa dihitung dari data pertumbuhan EPS tahunan selama 5 hingga 10 tahun terakhir. Sebagai tambahan, pertumbuhan EPS setahun terakhir bisa dijadikan filter final untuk mengkonfirmasi keputusan membeli. Data tentang PER dan EPS bisa diperoleh dari berbagai sumber seperti www.reuters.com, www.idx.co.id.
Misalnya, pada tabel, saham ASII memiliki PER 15,23 kali dan pertumbuhan EPS 36,8% per tahun (dari data 5 tahun terakhir). PEG Ratio adalah 0,41 yang berarti bagus. Namun jika menggunakan pertumbuhan EPS setahun terakhir (hanya 23,8%), PEG Ratio naik menjadi 0,68. Investor perlu menganalisis mengapa pertumbuhan EPS tahun terakhir melambat? Jika pertumbuhan yang melambat ini diyakini akan berlanjut, sebaiknya investor berhati-hati karena PEG Ratio sudah berada di ambang batas.
Di Tabel terlihat pertumbuhan EPS saham BBRI adalah 28,96% dan saham BBCA adalah 20,83%. Namun BBCA memiliki PER lebih tinggi dari BBRI. Maka PEG Ratio BBRI (0,39) lebih rendah dari BBCA (0,81), yang berarti saham BBRI lebih bagus. Ini juga dikonfirmasi oleh pertumbuhan EPS tahun terakhir saham BBRI yang di atas BBCA. PEG Ratio menjadi 0,33 melawan 0,61.
Dengan GARP kita punya acuan sederhana untuk mencari cuan. Cari saham yang tumbuh namun dengan harga murah. Selamat berburu.
Saham | PER | EPS growth (5year) | EPS growth (1year) | PEG Ratio (5year) | PEG Ratio (1year) |
ASII | 15.23 | 36.8 | 23.8 | 0.41 | 0.64 |
GGRM | 21.32 | 37.17 | 18.03 | 0.57 | 1.18 |
BBRI | 11.2 | 28.96 | 33.52 | 0.39 | 0.33 |
KLBF | 22.79 | 18.87 | 15.22 | 1.21 | 1.50 |
UNTR | 12.31 | 40.73 | 48.01 | 0.30 | 0.26 |
UNVR | 44.06 | 19.32 | 22.92 | 2.28 | 1.92 |
SMGR | 18.7 | 24.82 | 8.04 | 0.75 | 2.33 |
JSMR | 26.21 | 23.78 | 12.23 | 1.10 | 2.14 |
TLKM | 16.06 | 0.45 | -4.58 | 35.69 | -3.51 |
EXCL | 21.24 | 29.31 | -2.2 | 0.72 | -9.65 |
ITMG | 7.48 | 88.02 | 167.51 | 0.08 | 0.04 |
BMRI | 14.64 | 35.51 | 22.59 | 0.41 | 0.65 |
BBCA | 16.78 | 20.83 | 27.6 | 0.81 | 0.61 |
INTP | 18.79 | 43.42 | 11.53 | 0.43 | 1.63 |
BSDE | 19.51 | 46.83 | 39.9 | 0.42 | 0.49 |
INDF | 14.88 | 43.89 | 4.21 | 0.34 | 3.53 |
AALI | 16.35 | 25.03 | 19.28 | 0.65 | 0.85 |
LSIP | 12.03 | 41.2 | 64.66 | 0.29 | 0.19 |
SMCB | 18.75 | 43.3 | 28.34 | 0.43 | 0.66 |
CMNP | 10.03 | 24.05 | 19.71 | 0.42 | 0.51 |
PGAS | 13.03 | 25.09 | -1.4 | 0.52 | -9.31 |
INCO | 24.84 | -8.25 | -23.69 | -3.01 | -1.05 |
BDMN | 14.4 | 14.26 | 14.17 | 1.01 | 1.02 |
CPIN | 17.32 | 67.69 | 6.7 | 0.26 | 2.59 |
PTBA | 11.37 | 44.76 | 53.61 | 0.25 | 0.21 |
Tulisan ini disarikan dari artikel Lukas Setia Atmaja di rubrik Wake Up Call dengan judul Berburu saham baru ala GARP
0 comments:
Post a Comment